Resensi Novel Lambung Mangkurat

 

TUGAS RESENSI NOVEL BAHASA INDONESIA

"Lambung Mangkurat" 

I. IDENTITAS BUKU

  • Judul Buku : Lambung Mangkurat 
  • Nama Pengarang : Randu Alamsyah 
  • Nama Penerbit Buku : Laksana 
  • Ketebalan Buku : 384 halaman 
  • Tahun Terbit Buku : 2018
  • Ukuran : 14 x 20 cm 

II. SINOPSIS NOVEL 

Negara Dipa, sebuah kerajaan Hindu dipedalaman Kalimantan yang merupakan cikal bakal Kerajaan Banjar, awalnya Negara Dipa hanyalah loji perdagangan yang dibangun oleh Empu Jatmika, bertahun tahun kedamaian melingkupi wilayah itu, hingga seiring waktu semakin besar dan punya pengaruh. Negara Dipa semakin berkembang menjadi sebuah kerajaan yang disegani yang dipimpin oleh  Empu Jatmika seorang pedagang, hingga, sang empu menghilang dalam sebuah pelayaran menuju Maluku, sehingga tidak ada raja di Negara Dipa.

Empu Jatmika tidak ingin menjadi raja, ia pun melarang keturunannya yaitu dua orang putra nya Empu Mandastana dan Lambung Mangkurat untuk menjadi raja. Sementara, Arya Megasari sang patih sangat menginginkan singgasana, ia pun menggalang kekuatan. Lambung Mangkurat, putra sang empu, tengah menyiapkan sebuah rencana untuk Arya Megasari, dan tentu saja untuk masa depan Negara Dipa.

Dengan strategi yang jitu dan bekerjasama dengan komplotan sisa pelarian dari kerajaan Tanjungpuri serta bantuan dari Kerajaan Kuripan sebuah kerajaan kecil tetangga Negara Dipa, Arya Megasari berhasil disingkirkan, bahkan Patih Singabarung pemimpin pasukan Kerajaan Kuripan pun tewas dan berhasil membuat opini rakyat bahwa yang membunuh Arya Megasari adalah karena serangan Kerajaan Kuripan. Lambung Mangkurat berhasil menyingkirkan Arya Megasari dengan menggunakan tangan Patih Singabarung dari Kerajaan Kuripan, bahkan kemudian kerajaan Kuripan sendiri berhasil digabungkan dalam kekuasaan Negara Dipa.

Setelah keadian ini, Negara Dipa diguncang beberapa konflik orang dalam istana, mulai dari pengikut setia Arya Megasari yang menaruh curiga pada Lambung Mangkurat sampai pada diasingkannya Sukmaraga keponakannya sendiri yang berambisi untuk menjadi penguasa di Negara Dipa.

Lambung Mangkurat memang belum menjadi raja Negara Dipa, tetapi segala urusan kerajaan berada dibawah kekuasaaan nya, dia tidak ingin menjadi raja sesuai pesan dari ayahnya dan Lambung Mangkurat juga berusaha mencegah agar putra dari saudara nya Empu Mandastana yaitu Sukmaraga dan Patmaraga menduduki singgasana. Dengan segala daya upaya akhirnya Lambung Mangkurat mengangkat Putri Mayang pimpinan komplotan Nusadipura putri dari kerajaan Tanjungpuri sebagai Ratu Negara Dipa dengan Lambung Mangkurat sebagai mahapatihnya. Pengangkatan Putri Mayang  dapat diterima karena masih keturunan raja Tanjungpuri dan sebagai sekutu Negara Dipa dalam mengamankan dari berbagai serangan.  Putri Mayang lebih dikenal sebagai Putri Junjung Buih sebagai Ratu dari kerajaan Negara Dipa, dibantu Lambung Mangkurat sang patih dalam menjalankan pemerintahan.

                Karena Negara Dipa masih mengakui kedaulatan Kerajaan Majapahit, dalam kunjungan nya yang pertama Lambung Mangkurat berhasil mengelabuinya dan membuat seakan akan Negara Dipa masih berupa logi dagang belum menjadi sebuah kerajaan, namun pada kunjungan kedua di saat Putri mayang sudah menjadi Ratunya, ia berpikir bahwa ini saatnya menguatkan kerajaan dengan menjodohkan Putri Junjung Buih dengan seorang bangsawan dari kerajaan Majapahit. Hal ini tentu saja membuat Patmaraga menjadi sakit hati dan meminum racun untuk mengakhiri hidupnya karena rasa cintanya yang begitu besar pada sang Putri.

                Empu Mandastana saudara tua dari Lambung Mangkurat yang lebih memilih hidup sebagai seorang brahmana tentu saja sangat terpukul mendengan kematian putranya yang kedua Patmaraga yang sebelumnya ia sudah kehilangan putranya yang pertama yaitu Sukmaraga. Ia telah kehilangan kedua buah hatinya yang ia serahkan untuk mengabdi ke Negara Dipa sebagai pengganti dirinya.

                Perkawinan Putri Junjung Buih dengan bangsawan dari kerajaan Majapahit inilah yang nantinya akan melahirkan garis keturunan raja-raja penguasa Negara Dipa, Kuripan dan bahkan raja pertama Kerajaan Banjar. Lambung Mangkurat sendiri sebagai putra pendiri kerajaan Negara Dipa menepati janji ayahnya untuk tidak menjadi raja di wilayah yang dirintis oleh ayahnya. 

III. KELEBIHAN NOVEL 

  • Buku ini secara apik menceritakan dan menuturkan awal mula berdirinya kerajaan Negara Dipa dengan berbagai intrik, strategi, konflik, dan politik di dalam lingkungan istana bahkan di lingkungan keluarga Empu Jatmika sendiri. Bagaimana rumitnya mengamankan kerajaan dari berbagai rongrongan dari dalam dan luar kerajaan, menempatkan tokoh Lambung Mangkurat sebagai tokoh sentral yang banyak berperan dengan segala kontroversi nya. 
  •  Membaca buku ini,  kita seakan akan dibawa pada sebuah fakta yang terjadi dan menjadi sejarah kerajaan di tanah Banjar, bahkan membuat kita ragu apakah yang diceritakan oleh penulis berdasarkan pada fakta-fakta sejarah atau kah hanya imajinasi penulis saja. 
  • Dalam buku ini, penulis berhasil membuat sebuah kisah yang sangat menarik yang berbeda jauh dari mitos yang dipercayai oleh sebagian masyarakat Banjar, pertama tentang Putri Junjung Buih yang dalam buku ini adalah Putri Mayang putri dari kerajaan Tanjungpuri yang runtuh yang bergabung menggalang kekuatan dengan Lambung Mangkurat, sedangkan dalam mitologi masyarakat Banjar dipercaya bahwa putri Junjung Buih adalah seorang putri yang mucul dari riak buih air sebagai hasil bertapanya Lambung Mangkurat, kedua kematian kedua putra Empu Mandastana keponakan Lambung Mangkurat yaitu Sukmaraga yang mati karena diasingkan dalam sengketa dan konflik internal kerajaan dan Patmaraga yang mati bunuh diri meminum racun karena cintanya yang tak kesampaian pada putri Junjungbuih yang oleh masayarakat Banjar dipercaya mati karena bertikai di suatu tempat yang disebut Lubuk Badangsanak.

III. KEKURANGAN NOVEL 

  • Buku ini menempatkan Lambung Mangkurat pada sosok yang berperan penting dalam berdirinya kerajaan Negara Dipa namun juga memunculkan kontroversi dan stigma negatif pada seorang Lambung Mangkurat, sehingga mengaburkan pada pemahaman dan kepercayaan akan kepahlawanannya. 
  • Dalam buku ini juga menceritakan kunjungan Mahapatih Gadjah Mada dari Majapahit sampai dua kali di Negara Dipa yang kurang bisa diterima oleh logika manusia, apakah mungkin seorang Mahapatih Gajah Mada masih sempat melakukan perjalanan kunjungan ke Negara Dipa yang jarak dan waktu tempuh pada masa itu memakan waktu yang lama, mungkin akan lebih realistis jika yang datang hanyalah seorang utusan dan pangkatnya mungkin lebih di bawah seorang mahapatih. 






































Komentar